Kamis, 22 Juni 2017

Review Buku "Panggilan Tanah Air"

REVIEW BUKU
Penulis : Noer Fauzy Rachman
Judul Buku : Panggilan Tanah Air
Penerbit : Prakarsa Desa, 2015
Halaman : 122
 
PANGGILAN TANAH AIR
 
“Panggilan Tanah Air” buku karangan Noer Fauzy Rachman atau yang biasa disapa dengan Mas Oji membawa kita kepada kenangan masa lampau tentang pemaknaan tanah air, kajian kritis mengenai kondisi sosial ekonomi ekologis yang terjadi di tanah air serta panggilan jiwa/cita – cita tanah air. Buku ini dibagi dalam 6 (enam) bab dan beberapa lampiran yang memperkaya referensi kita mengenai persoalan – persoalan agraria - tanah air yang ternyata sebelumnya sudah dibahas oleh para founding fathers tanah air kita.
 
Pada kata pembuka kita akan dihadapkan kepada sebuah pertanyaan dan pernyataan kritis mengenai pasar dalam pandangan kita secara umum dan proses terbentuknya pasar yang dibaliknya selalu dilatarbelakangi oleh konflik dan operasi kekerasan untuk menyingkirkan masyarakat/rakyat agar terlepas dari kepemilikan/ikatannya terhadap tanah airnya. Dan pada akhirnya ada sebagian rakyat yang menyerah, bertahan atau melawan karena tidak bisa lagi hidup dari tanah, sumber daya alam dan layanan alam lainnya yang telah dikapling – kapling oleh para kapitalis atas legitimasi ‘pemerintah’. 
 
Masalah – masalah agraria sebenarnya sudah pernah dibahas pada masa Reformasi dengan adanya Ketetapan MPR RI No. IX/MPRRI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang diklasifikasikan menjadi tiga golongan yakni ; ketimpangan (terkonsentrasinya) penguasaan tanah dan sumber daya alam di tangan segelintir perusahaan, konflik – konflik agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang meletus disana- sini dan tidak ada penyelesaiannya serta kerusaan ekologis/alam yang parah. Namun sayangnya, masalah - masalah ini tidak diperhatikan dengan serius oleh para pejabat negeri ini kecuali hal lain mengenai izin – izin usaha/perpanjangan usaha lainnya.
 
Buku ini juga memaparkan bagaimana terjadinya konversi/alih fungsi lahan yang yang berlangsung secara massif baik itu dari lahan pertanian menjadi perkebunan, pertambangan, atau kawasan industri lainnya yang biasa disebut dengan istilah deagrarianization (Bryceson 1996) . Perubahan/peralihan tersebut tentu saja mengakibatkan perubahan ekologi sosial atau gaya hidup yang baru yakni gaya hidup perkotaan (urban modernity) yang juga menarik perhatian kaum muda desa untuk bekerja di perkotaan dan tanpa sadar berperilaku konsumtif sebagai proses bentukan media dan pengabaian pemerintah terhadap kebijakan pertanian yang dianggap ‘tidak menjanjikan’ penghidupan yang layak dan justru sebaliknya memfasilitasi para perusak lingkungan yang berlindung di balik kata ‘investor’. 
 
Selain itu penulis juga menjelaskan mengenai upaya – upaya atau proses ekspansi produksi kapitalis dalam melakukan reorganisasi ruang yang kita pahami sebagai gambaran, grand design, tempat kita hidup/ruang untuk memanfaatkan, memodifikasi atau justru melenyapkan ruang tersebut sesuai kebutuhan/kepentingan akumulasi modal para kapitalis salah satunya dengan deregulasi, liberalisasi dan privatisasi tanah, air atau sumber daya alam lainnya. 
 
Menurut penulis, kapitalisme sendiri bukanlah sebuah kata yang baru bagi bangsa Indonesia karena sebelumnya sudah lebih dahulu dibahas oleh para pendiri bangsa kita yakni Ir. Soekarno dalam bukunya Indonesia Menggugat (1930), Mentjapai Indonesia Merdeka (1933), Tan Malaka, Naar de’Republiek – Indonesia’ (1925) dan Mohammad Hatta, Ke Arah Indonesia Merdeka (1932) .
 
Sebuah hal yang paling menarik dari buku ini menurut saya adalah penulis mencoba membawa kita kepada tonggak sejarah penting yang sangat mempengaruhi perubahan kebijakan agraria tanah air dimana penulis menyampaikan bahwa pada masa awal kemerdekaan, arah politik agraria adalah menghilangkan sisa – sisa feodalisme dan kolonialisme dengan sistem ekonomi nasional yang berdiri atas prisip pasal 33 ayat 3 “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat” serta kebijakan land reform yang fokus terhadap pembatasan penguasaan tanah – tanah pertanian rakyat, melarang penguasaan tanah swapraja dan tanah – tanah guntai, redistribusi tanah – tanah negara dan redistribusi bagi hasil. 
 
Namun terjadinya peralihan kekuasaan yang berdarah – darah (kudeta merangkak) dengan tragedi 1965 – 1966 menggeser agenda land reform yang semula untuk mewujudkan keadilan agraria berubah menjadi perebutan kekuasaan atas tanah, air dan sumber daya alam lainnya. Di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto (Orde Baru), pemerintahan kembali memberlakukan azas domein yang pernah dilaksanakan oleh pemerintahan kolonial sebelumnya dimana badan – badan pemerintahan pusat melakukan pengkaplingan tanah air untuk konsesi pertambangan, kehutanan, perkebunan, dan mengeluarkan paksa penduduk yang hidup dalam konsesi itu. 
 
Pada praktiknya, dalam sejarah politik agraria pada masa Hindia – Belanda, azas domein negara merupakan klaim bahwa setiap tanah yang (hutan) yan tidak dapat dibuktikan adanya hak kepemilikan pribadi maka menjadi domain pemerintah. Pemberlakuan pernyataan domein ini merupakan sebuah cara agar perusahaan – perusahaan dari negara – negara eropa dapat memperoleh hak – hak pemanfaatan yang eksklusif atas tanah/wilayah di tanah jajahan.
 
Sebagai kata penutup, Hengko Sangkoyo memberikan sebuah panduan bagi kita untuk dapat mengenali dan menangani krisis sosial ekologis melalui pemahaman atas tiga golongan masalah yakni keselamatan dan kesejahteraan rakyat, keutuhan fungsi – fungsi faal ruang hidup, dan produktivitas rakyat.
 
Melalui buku dengan tebal 122 halaman ini, penulis juga mengajak kita semua, terkhusus pemuda – pemudi Indonesia untuk kembali “membumi” menjadi pandu tanah air karena panggilan menjadi pandu tanah air adalah sebuah panggilan ideologis sesuai dengan lagu kebangsaan kita Indonesia Raya (versi asal) serta dasar persatuan kita pada Kongres Pemuda 1928 (Kemauan, Sejarah, Bahasa, Hukum Adat, Pendidikan dan Kepanduan) . Mari kembali “Membumi” .

Oleh ; Reni Andriani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar